Jakarta, CNN Indonesia -- Berita bohong alias hoaks punya persentase lebih tinggi untuk di cuit ulang dari berita asli. Penelitian dari MIT Media Lab menunjukkan bahwa 70 persen cuitan hoaks lebih sering di cuit ulang ketimbang berita benar.
Berdasarkan penelitian, berita hoaks lebih mudah menyebar karena apa yang mereka umumkan dianggap "baru". Netizen biasanya tak peduli meski akun penyebar berita hoaks ini punya lebih sedikit pengikut dari akun yang memberikan informasi benar.
"Orang yang menyebarkan informasi baru mendapat status sosial lebih tinggi karena dianggap "lebih tahu" atau memiliki informasi orang dalam," jelas Sinan Aral, Profesor Manajemen di the Massachusetts Institute of Technology.
"Informasi yang baru dianggap lebih berharga dari informasi yang redundan," tuturnya seperti dikutip The Verge.
Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa berita hoaks soal politik lebih cepat menyebar ketimbang berita bohong lainnya, seperti berita bencana dan terorisme.
Berita hoaks politik ini makin cepat menyebar terutama di masa pemilu, seperti yang terjadi pada pemilihan presiden di AS pada 2012 dan 2016.
Hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal Science ini dilakukan kepada 126 ribu cerita dari 3 juta orang, yang dicuit ulang lebih dari 4,5 juta kali. Rentang penelitian dilakukan pada periode 11 tahun di Twitter.
Hasilnya, berita bohong lebih cepat menyebar dari berita asli. Bahkan 1 persen dari berita bohong yang paling populer berhasil menjangkau 1.000 hingga 10.000 pengguna. Sementara berita asli sangat jarang menjangkau 1.000 pengguna, demikian ditulis Science.
Bot tak berpengaruh
Aral juga menyebut bahwa bot tidak membantu semakin cepatnya berita bohong tersebar.
Penelitian menunjukkan bahwa berita hoaks dan berita asli yang disebarkan dengan bot memiliki kecepatan yang sama. Sehingga bot dianggap tak bertanggung jawab atas menyebarnya berita hoaks.
"Manusia yang bertanggung jawab (mengenai hal tersebut)," tegasnya.
Dalam penelitian tersebut, MIT Media Lab menggunakan enam organisasi pengecekan fakta pihak ketiga untuk melakukan verifikasi apakah suatu cuitan masuk fakta atau hoaks.
Untuk mencegah makin tersebarnya berita hoaks ini, para peneliti menggantungkan harapan kepada penyedia platform seperti Twitter dan Facebook agar mengembangkan algoritma yang bisa menekan penyebaran berita hoaks ini. Mereka menyarankan agar ada label sumber berita mana yang dapat dipercaya. (eks/eks)
Sumber : https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180309164835-185-281779/peneliti-ungkap-hoaks-lebih-cepat-menyebar-dari-berita-asli