Kenapa di Bandung Banyak Ruangan Publik Terbuka?

JAKARTA – Keberadaan ruang publik dalam suatu kota sangat diperlukan terutama bagi masyarakat di perkotaan. Hal tersebut lantaran ruang publik menjadi dinilai indikator kualitas hidup warganya.

Jika Jakarta dibandingkan Bandung, maka lebih banyak ruang terbuka di Bandung ketimbang Ibu Kota. Hal itu terjadi lantaran Kota Bandung terkenal dengan udara yang dingin dan sejuk, tak heran bahwa di kota ini ruang publik banyak dijumpai di mana-mana.

Namun, menurut pengajar senior Program Studi Magister Arsitektur Lanskap Institut Teknologi Bandung (ITB), Firmansyah penggunaan ruang publik di Bandung tidak optimum.

“Pada sebagian besar bentuk-bentuk ruang terbuka utama kota pemanfaatannya tidak optimum karena tidak atau jarang terpakai. Terpakai tetapi hanya secara temporal (pagi, sore, atau hari libur), terpakai tetapi tidak sesuai dengan fungsinya atau bahkan mengalami perubahan menjadi fungsi atau peruntukan dan bangunan lain,” ujar Firmansyah yang juga anggota Arsitek Lanskap anggota IALI Jawa Barat, dalam riset Potensi Ruang, Kamis (17/12/2015).

Firmansyah menjelaskan, pada beragam bentuk ruang terbuka tersebut, bisa didapatkan kriteria-kriteria perencanaan dan perancangan ruang terbuka kota khususnya bagi kota Bandung.

Tujuannya bukanlah untuk melindungi biosfir dan ekosistem dari keterpengaruhan atau perubahan oleh manusia, melainkan upaya menghubungkan aktivitas manusia dengan ekosistem melalui cara yang paling sedikit menimbulkan kerusakan, masih berada dalam batasan inheren ekosistem dan paling menguntungkan bagi ekosistem itu sendiri.

Pada akhirnya kriteria-kriteria ini dapat dijadikan sebuah acuan dalam mengambil keputusan tentang bagaimana, kapan, dan di mana perubahan-perubahan dapat dilakukan dan bentuk sistem rancangan seperti apa yang dapat diperkenankan.

“Karena bagaimanapun juga tugas perencana dan perancang adalah memadukan rancang bangun tapak arsitektur sebagai sistem dengan berbagai struktur, proses, dan fungsinya seperti ekosistem (meng)-alam yang mampu meminimalisasi dampak (negatif) dan bisa memelihara keseimbangan dengan ekosistem di sekitarnya. Di sini berarti perencana dan perancang berupaya untuk menemukan hubungan “keserasian” dan “keselarasan” antar unsur pembentuk ekosistem binaannya,” jelasnya.

sumber : okezone.com